Monthly Archives: November 2010

Peluang usaha Mie ayam

Syamsu Irman mencoba meniru sukses pengusaha mie ayam. Selain inovasi produk,—seperti mie tanpa bahan pengawet— terobosan dalam sistem distribusi juga bisa mendongkrak penjualan. Terbuka peluang kerja sama.

Berbagai cara dilakukan orang untuk menambah penghasilan. Ada yang merintis usaha sambil bekerja. Ada yang menjadi tenaga lepas pemasaran produk multi level marketing. Berbagai upaya yang dilakukan para profesional ini, semuanya dalam rangka untuk mempersiapkan masa tua, ketika mereka harus pensiun. Nikmatnya menjadi pengusaha, menginspirasi banyak orang. Antara lain misalnya pemilik usaha dapat bekerja sepanjang ia mau dan mampu. Maka selama itu juga dia memperoleh penghasilan. Alasan diatas melandasi orang seperti Syamsu Irman, Production Manager PT Harmonics Techindo Agung merintis bisnis sejak dini.

Kegemaran mengkonsumsi makanan mie mendorong Syamsu belajar membuat mie. “Di mana-mana terdapat orang berjualan mie ayam, namun berkesan kurang memperhatikan kebersihan,” kilahnya. Maka dia memikirkan membuat mie yang sehat, tanpa bahan pengawet, dari bahan tepung berprotein tinggi serta halal. Pada tahun 2003 dia mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT Bogasari selama beberapa hari. “Setelah itu saya praktekkan di rumah ternyata masih gagal,” kenangnya tersenyum malu.

Tekad membuat mie yang sehat dan berkualitas baik itu tidak lantas surut. Setiap hari Minggu, selama tiga bulan, dia mencoba dengan memadukan resep-resep di buku maupun majalah. “Hasilnya lalu saya bagi-bagikan kepada para tetangga sambil meminta masukan mereka,” ujarnya. Dan setelah itu dia mulai mencoba membikin mie untuk dijual. Nama yang digunakan yaitu Sari Perto, kependekan dari kata Bogasari dan Emperan Toko. “Karena pada awal mendirikan usaha ini benar-benar dari emper toko,” kisahnya.

Akhirnya dari sekedar bisnis coba-coba, Syamsu berhasil memiliki outlet mie. Selain masyarakat sekitar dia sengaja membidik konsumen para karyawan perusahaan. Maka pertimbangan usahanya adalah lokasi, harga terjangkau dan jenis menu dibuat menarik. Misalnya, nama Pak Tu, Pak Da, Pak Tri, Pak Kom, Pak Sus untuk paket satu, dua, tiga, paket kombinasi dan khusus. Bakso dan pangsit isi daging yang digunakan adalah yang disertai label halal. “Paket khusus dibuat dengan kombinasi mie ayam biasa dengan menu makanan khas Jepang,” tukasnya. “Tiap paket sudah disertai air mineral atau minuman teh botol gratis,” imbuhnya berpromosi.

Pria yang mengaku telah delapan kali berpindah di perusahaan Jepang ini memiliki kebiasaan bekerja satu jam lebih awal dari waktu kerja. Karena ‘hobi’ itu dia tidak sulit membagi waktu kerja dengan mengerjakan membikin mie setiap hari. “Biasanya saya lakukan pagi-pagi atau selepas pulang dari kantor,” jelasnya. Dikatakannya sejak bulan Maret 2005 membuka gerai di Karawang, kini dia telah memiliki dua buah cabang didalam kota, dan satu buah lagi di kota Malang.

Omsetnya? “Cukup untuk menambah penunjang kebutuhan,” kilahnya. Biasanya bisnis makanan profit margin paling tidak mencapai 50% atau lebih. Bila dalam satu hari melayani sekitar 100 porsi dengan harga Rp 4 ribu sampai dengan Rp 6 ribu, berarti omset mencapai Rp 400 ribu – Rp 600 ribu. Taruh kata keuntungan antara Rp 200 ribu – Rp 600 ribu sehari, satu angka cukup lumayan.

Untuk mengembangkan jaringan usaha dia memilih sistem jaringan kemitraan. Maka dia acap melakukan demo pembuatan mie di berbagai daerah. “Bulan lalu saya mengadakan demo di Batam dan kini sedang mempersiapkan membuka cabang di sana,” ucapnya. Dia serius mengembangkan usahanya termasuk mengembangkan jaringan hingga ke Pulau Sumatera. Sengaja dia memakai media above the line guna mengajukan penawaran kerja sama. Kelahiran Padang ini bahkan punya konsep pengembangan tersendiri di Ranah Minang tersebut. “Cara penyajiannya dibuat sedikit berbeda walaupun prosesnya sama,” ujarnya. “Namanya pun diganti sesuai dengan lidah masyarakat yaitu Kito Bana, kita ingin tunjukkan bahwa orang Padang juga bisa bikin mie” tambahnya.

Menurutnya untuk pengadaan peralatan dan bahan bagi satu buah outlet mie diperlukan modal investasi cukup sebesar Rp 4,5 juta. Tentu saja ini diluar biaya sewa tempat. Maka bagi yang berminat bergabung menjadi mitra usaha dibebani biaya Rp 3 juta sudah berarti kontrak seumur hidup. “Setelah itu akan di berikan fasilitas mulai dari kartu nama, spanduk, peralatan, hingga pelatihan selama dua hari, ditambah pemberian support teh botol gratis,” terangnya. “Persyaratan tidak macam-macam yang penting kejujuran,” imbuhnya. Sebuah peluang usaha dengan modal investasi kecil, siapa berminat?

Info menarik kunjungi blog kami : http://miesehati.wordpress.com